Fokus Hal yang Dikontrol, Langkah Menjaga Kesehatan Mental Masa Pandemi

fokus-hal-yang-dikontrol-langkah-menjaga-kesehatan-mental-masa-pandemi
                

Di masa pandemi Covid-19 ini, masyarakat dituntut untuk dapat mengatur pola hidup bersih dan sehat. Selain itu, setiap individu juga harus fokus pada hal yang bisa dikontrol, seperti makan- makanan bergizi, berolahraga, istirahat yang cukup.

Psikolog yang juga tim relawan Satgas Covid-19 Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) di DKI Jakarta, Sarahsita Hendrianti mengatakan hal itu sebagai tips-tips menjaga kesehatan mental dan fisik di masa pandemi.

“Dan yang terpenting kita juga jangan lupa untuk tetap menjalin komunikasi dengan keluarga, karena dengan adanya dukungan sosial, perasaan senasib karena adanya PSBB akan memberikan pengaruh besar,” kata Sarah dikutip dari bkpp demak.

Menjalin silaturahim dengan keluarga dan sahabat, Sarah mengingatkan, dapat dilakukan secara daring. Hal yang tak boleh dilupakan juga adalah untuk selalu menciptakan suasana rileks pada diri. Suasana rileks dapat dilakukan dengan latihan relaksasi, latihan pernafasan atau menyalurkan hobi saat di rumah saja. Langkah-langkah itu sangat penting mengingat pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak awal Maret tahun 2020, telah membuat banyak perubahan dalam semua aspek kehidupan masyarakat di Indonesia. Sayangnya, tidak semua individu siap dan dapat beradaptasi dengan situasi ini. Hal itu mempengaruhi mental ataupun kejiwaan seseorang. Untuk itu, menjaga kesehatan jiwa juga sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik di masa pandemi ini.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebut konsep sehat bukan hanya terbebas dari penyakit secara fisik, tapi juga meliputi kondisi sehat mental dan sosial.   Sarah mengatakan pandemi Covid-19 memunculkan sejumlah persoalan kesehatan mental masyarakat. Pasalnya masyarakat yang terbiasa berinteraksi sosial terpaksa melakukan berbagai hal secara daring, baik belajar, bekerja hingga beribadah.   Situasi itu bukanlah hal mudah, terlebih di tengah suasana yang penuh dengan ketidakpastian sehingga dapat memunculkan rasa cemas, khawatir, ketakutan, stres, hingga depresi.   Pandemi Covid-19, kata Sarah, memberikan perubahan sosial serta tekanan psikilogi sehingga terjadilah stress. Banyak faktor yang menyebabkan stress selain karena adanya ketidakpastian kapan ini semua akan berakhir. Kemudian juga perasaan cemas dan takut apakah akan tertular virus atau tidak, timbul perasaan was-was dan juga mengkhawatirkan keluarga kita misalnya orang tua yang lebih rentan atau mungkin keluarga lain memiliki riwayat penyakit jadi ada rasa takut.   “Selain itu juga kita setiap harinya melihat dan membaca berita yang banyak banget tentang Covid, lama-lama otak kita kan menyerap itu dan akhirnya menimbulkan reaksi. Nah reaksi itu bisa berupa takut dan cemas,” kata Sarah.   Adanya persoalan terhadap individu yang sebelumnya tidak mengalami permasalahan kesehatan mental. Namun di masa pandemi ini, justru menimbulkan keluhan akibat stress yang berkepanjangan.   “Ada saja sih, karena seperti kecemasan, kekhawatiran, ketakutan kan muncul semua ya. Kalau tadi biasanya rutinitas lancar dan tidak ada masalah. Namun, kemudian kecemasan itu seolah terpantik karena adanya kondisi ini. Akhirnya jadi lebih rentan sehingga semula mereka yang merasakan tidak ada keluhan, lalu tiba-tiba ada keluhan,” ungkap Sarah.   Meski demikian, menurut Sarah, orang dengan permasalahan kesehatan mental baru ini, justru akan lebih tangguh lantaran mereka pernah berada di fase terendah. “Misalnya yang tadinya easy going banget orangnya, terus jadi parnoan karena takut ketularan kemudian mereka akan mencari tahu sebenarnya ada apa dengan diri saya,” katanya.   Hal-hal itu akan menimbulkan kepekaan kepada si individunya sendiri, sehingga pemahaman tentang diri sendiri jika disikapi dan langkah tepat tepat mereka akan jadi individu yang baru dan lebih baik.

Shares
×